Kala, Batara - ꦏꦭ
Batara Kala adalah putra bungsu Sanghyang Manikmaya dengan Dewi Umayi. Dari pernikahan dengan Sanghyang Manikmaya, Dewi Umayi mempunyai enam putra. Pada waktu kelahiran kelima putranya tidak terjadi peristiwa apapun, akan tetapi putra yang keenam terjadi suatu peristiwa yang luar biasa, dikisahkan sebagai berikut: Sanghyang Manikmaya dan Dewi Umayi sedang pesiar dengan menaiki Lembu Nandini. Tidak sengaja saat di atas lautan, angin menyingkap kain Dewi Umayi. Batara Guru tergiur melihat betis istrinya, ia kemudian merayu Dewi Uma dan mengajaknya memadu kasih saat itu juga di atas punggung Lembu Andini. Namun Dewi Umayi menolak ajakan suaminya karena ia merasa bahwa hal itu tidak pantas.
Batara Guru tidak peduli dengan penolakan istrinya, ia terus berusaha merayu, namun Dewi Umayi tetap berusaha menghindar, akhirnya karena tidak bisa lagi menahan hasratnya, keluarlah air kama (mani) Batara Guru dan jatuh ke laut. Dewi Umayi menganggap kelakuan suaminya seperti raksasa, sehingga terlontar perkataan bahwa Batar Guru bertindak seperti raksasa, pada saat itu juga Batara Guru/Sanghayang Manikmaya mempunyai taring, sehingga disebut juga Sanghyang Randuwanda.
Penolakan dari istrinya dan tumbuhnya taring membuat kemarahan Batara Guru memuncak, dia menyabda Dewi Umayi menjadi raksasa. Kutukan Batara Guru pun menjadi kenyataan, Dewi Uma berubah menjadi reksasi. Pada saat itu kama yang jatuh ke laut berubah menjadi janin dan terus tumbuh sehinggah berujud bayi raksasa. Bayi raksasa tersebut dibesarkan oleh samudra sebagai rahimnya, setelah dua tiga tahun kemudian bayi tersebut besar dan bertahan hidup dengan memburu ikan-ikan sebagai makanannya.
Batara Baruna sebagai penguasa samudra segera menghadap ke Suralaya, melaporkan malapetaka yang ditimbulkan oleh bayi raksasa tersebut. Bayi raksasa tersebut kemudian diperangi, tetapi para Dewa tidak dapat mengalahkannya. Bayi tersebut justru mengejar mereka sampai Suralaya. Bayi raksasa tersebut mengamuk di Suralaya sehingga menimbulkan kehancuran.
Tetapi setelah Batara Guru menggunakan aji Kemayan, bayi tersebut baru bisa ditundukkan. Taringnya kemudian dipotong, yang kanan menjadi keris dan dinamakan Kalanadah dan yang sebelah kiri menjadi keris yang diberi nama Kaladita. Bayi raksasa tersebut kemudian diberi nama Kala dan diakui sebagai putra Sanghyang Manikamaya, Batara Kala kemudian diberi wewanga atas titah ayahnya dan diberi kewenangan untuk memakan korbannya yang tersiri dari orang-orang sukerta, orang aradan (orang yang lalai dalam peri kehidupan).
Dahi batara kemudian ditulisi dengan rajah Kala Cakra yang dianamakan Sastrabedati dengan amanat barang siapa yang mampu membacanya orang tersebut tidak diperkenankan menjadi santapannya.
Sanghyang Manikmaya memberikan pula sebuah gada guna membunuh mangsanya, sen\mua korban harus dibunuh dahulu sebelum disantap.
Batara Kala kemudian diperkenankan pergi untuk mencari mangsanya, sepeninggal Batara Kala, Batara Narada menegur Batara Guru bahwa pemberian hak tersebut berlebihan dan bisa mengakibatkan kekacauan karena orang yang sukerta dan aradan banyak jumlahnya di Arcapada.
Sanghyang Manikmaya/Batar Guru kemudian menginsyafi hal tersebut dan segera mengutus Batar Wisnu untuk menggagalkan tindakan Batara Kala. Pencegahan ini dapat berhasil atas petunjuk Sanghyang Kanekaputra/Batara Narada dan saudara-saudaranya.
Oleh Sanghyang Manikmaya Batara Kala dikawinkan dengan Dewi Permoni/Batari Durga dari kahyangan Krendayana. Dalam perkawinan ini Batara Kala mempunyai seorang putra bernama Dewasrani. Kahyangan Batara Kala adalah Selamangumpeng.
Batara Kala berwatak lugu, tidak pernah memulai mengadakan persoalan ataupun peperangan, karena keluguannya Batara Kala kerap bertindak salah tetapi itu bukan disengaja. Batara Kala akan membala diri bila haknya diserang atau dianiaya. Batara Kala sangat sakti sejak bayi, hanya Batar Wisnu yang mampu menundukkanya. batara Kala digambarkan berwujud raksasa yang sangat besar tetapi berwajah tenang. Membunuh bukan untuk kesenangan tetapi untuk membela kehidupannya.
Mohon tulis di kolom komentar jika ada kesalahan atau kekurangan pada artikel ini.
Batara Guru tidak peduli dengan penolakan istrinya, ia terus berusaha merayu, namun Dewi Umayi tetap berusaha menghindar, akhirnya karena tidak bisa lagi menahan hasratnya, keluarlah air kama (mani) Batara Guru dan jatuh ke laut. Dewi Umayi menganggap kelakuan suaminya seperti raksasa, sehingga terlontar perkataan bahwa Batar Guru bertindak seperti raksasa, pada saat itu juga Batara Guru/Sanghayang Manikmaya mempunyai taring, sehingga disebut juga Sanghyang Randuwanda.
Penolakan dari istrinya dan tumbuhnya taring membuat kemarahan Batara Guru memuncak, dia menyabda Dewi Umayi menjadi raksasa. Kutukan Batara Guru pun menjadi kenyataan, Dewi Uma berubah menjadi reksasi. Pada saat itu kama yang jatuh ke laut berubah menjadi janin dan terus tumbuh sehinggah berujud bayi raksasa. Bayi raksasa tersebut dibesarkan oleh samudra sebagai rahimnya, setelah dua tiga tahun kemudian bayi tersebut besar dan bertahan hidup dengan memburu ikan-ikan sebagai makanannya.
Batara Baruna sebagai penguasa samudra segera menghadap ke Suralaya, melaporkan malapetaka yang ditimbulkan oleh bayi raksasa tersebut. Bayi raksasa tersebut kemudian diperangi, tetapi para Dewa tidak dapat mengalahkannya. Bayi tersebut justru mengejar mereka sampai Suralaya. Bayi raksasa tersebut mengamuk di Suralaya sehingga menimbulkan kehancuran.
Tetapi setelah Batara Guru menggunakan aji Kemayan, bayi tersebut baru bisa ditundukkan. Taringnya kemudian dipotong, yang kanan menjadi keris dan dinamakan Kalanadah dan yang sebelah kiri menjadi keris yang diberi nama Kaladita. Bayi raksasa tersebut kemudian diberi nama Kala dan diakui sebagai putra Sanghyang Manikamaya, Batara Kala kemudian diberi wewanga atas titah ayahnya dan diberi kewenangan untuk memakan korbannya yang tersiri dari orang-orang sukerta, orang aradan (orang yang lalai dalam peri kehidupan).
Dahi batara kemudian ditulisi dengan rajah Kala Cakra yang dianamakan Sastrabedati dengan amanat barang siapa yang mampu membacanya orang tersebut tidak diperkenankan menjadi santapannya.
Sanghyang Manikmaya memberikan pula sebuah gada guna membunuh mangsanya, sen\mua korban harus dibunuh dahulu sebelum disantap.
Batara Kala kemudian diperkenankan pergi untuk mencari mangsanya, sepeninggal Batara Kala, Batara Narada menegur Batara Guru bahwa pemberian hak tersebut berlebihan dan bisa mengakibatkan kekacauan karena orang yang sukerta dan aradan banyak jumlahnya di Arcapada.
Sanghyang Manikmaya/Batar Guru kemudian menginsyafi hal tersebut dan segera mengutus Batar Wisnu untuk menggagalkan tindakan Batara Kala. Pencegahan ini dapat berhasil atas petunjuk Sanghyang Kanekaputra/Batara Narada dan saudara-saudaranya.
Oleh Sanghyang Manikmaya Batara Kala dikawinkan dengan Dewi Permoni/Batari Durga dari kahyangan Krendayana. Dalam perkawinan ini Batara Kala mempunyai seorang putra bernama Dewasrani. Kahyangan Batara Kala adalah Selamangumpeng.
Batara Kala berwatak lugu, tidak pernah memulai mengadakan persoalan ataupun peperangan, karena keluguannya Batara Kala kerap bertindak salah tetapi itu bukan disengaja. Batara Kala akan membala diri bila haknya diserang atau dianiaya. Batara Kala sangat sakti sejak bayi, hanya Batar Wisnu yang mampu menundukkanya. batara Kala digambarkan berwujud raksasa yang sangat besar tetapi berwajah tenang. Membunuh bukan untuk kesenangan tetapi untuk membela kehidupannya.
Mohon tulis di kolom komentar jika ada kesalahan atau kekurangan pada artikel ini.
Posting Komentar untuk "Kala, Batara - ꦏꦭ"