Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Abiyasa

Abiyasa adalah putra Resi Parasara dengan Dewi Durgandini/Dewi Gandawati, putri sulung Prabu Basuketi dengan permaisuri Dewi Yukti dan merupakan adik kandung Prabu Matswapati/Durgandana, raja negara Wirata.

Abiyasa kemudian menjadi raja Astina bergelar Prabu Kresnadwipayana. Di dalam memerintah kerajaan tersebut ia didampingi tiga permaisuri, yaitu:
  1. Dewi Ambika, putri raja Kasinsdra, berputra Destarata (bermataa buta)
  2. Dewi Ambiki, adik Dewi Ambika, berputra Pandu (berwajah pucat)
  3. Dewi Datri, berputra Widura/Yamawidura (berkaki pincang)
Abiyasa mempunyai saudara, yaitu: Resi Bisma/Dewabrata saudara sesusu. Prabu Citragada, Prabu Wicitrawirya dan Astabrata saudara seibu.

Di dalam lakon "Parasara" Abiyasa lahir di negara Gajahwoya/gGjahoya, kerajaan yang didirikan dan dibangun oleh Parasara. Pada saat yang hampir bersamaan dengan lahirnya Abiyasa, lahir manusia jadian dari penyakit Dewi Durgandini, yaitu:
  1. Rajamala
  2. Kecaka/Kencakarupa
  3. Upakeca/Lepakenca
  4. Setatama dan
  5. Gandawana
Semuanya diambil menjadi anak angkat Parasara dan menjadi saudara angkat Abiyasa. Setelah Dewi Durgandini ditemukan oleh Durgandana kakaknya, mereka semua diboyong ke kerajaan Wirata.

Di negara Astina, Prabu Santanu telah ditinggal muksa oleh permaisuri Dewi Gangga dengan meninggalkan seorang putra yang masih kecil bernama Dewabrata/Bisma. Prabu Santanu kemudian pergi dari istana Astina untuk mencari sindu, ia datang ke Wirata.

Karena rasa kemanusiaan dan kasih sayangnya terhadap Bisma, Dewi Durgandini berkenan menyusuinya. Dengan demikian, Bisma menjadi saudara sesusu dengan Abiyasa, sehingga menurut hukum Dewabrata/Bisma telah menjadi adiknya.

Parasara kemudian membebaskan ikatan pernikahan dengan Dewi Durgandini dan kembali pulang ke pertapaan Srungga dengan membawa Abiyasa. Abiyasa dididik dan dibesarkan di dareah perbukitan Saptaharga, Dewi Durgandini kemudian menjadi istri Santanu dan diangkat menjadi permaisuri di negara Astina. Dalam perkawinan ini lahirlah dua orang putra yang bernama Citragada dan Wicitrawirya.

Setelah mengawinkan Citragada dengan Dewi Ambika dan Wicitrawirya dengan Dewi Ambiki, Prabu Santanu kemdian menjadi Begawan. Citragada dinobatkan menjadi raja Astina, ia tidak lama memegang tampuk kepemimpinan kemudian mangkat dan digantikan oleh Wicitrawirya, tak berselang lama Wicitrawirya pun mangkat. Atas pemufakatan Dewi Durgandini dengan Bisma berserta seluruh kerabat Astina, kekosongan singgsana Astina diisi oleh Abiyasa, yang segera dinobatkan menjadi raja dengan gelar Prabu Dwipayana.

Dewi Ambika dan Dewi Ambiki yang sudah menjadi janda kemudian dinikahkan dengan Abiyasa. Dari pernikahan tersebut lahirlah Destarata dari Dewi Ambika dan Pandu dari Dewi Ambiki. Sedangkan dari Dewi Datri, istri Abiyasa sewaktu masih di Saptaharga lahirlah seorang putra bernama Arya Widura.

Abiyasa ingin berumur panjang, lalu ia pergi menghadap Sanghyang Manikmaya, Raja Dewata berkenan mengabulkan permintaan Abiyasa, tapi dengan syarat Abiyasa harus meninggalkan kemuktiannya. Ia menyanggupi persyaratan tersebut, setelah kembali ke Astina, kemudian ia mengawinkan Drestarasta dengan Dewi Gendari putri kerajaan Gandaradesa dan Pandu dengan Dewi Kunti putri kerajaan Mandura dan Dewi Madrim putri dari kerajaan Mandaraka, Abiyasa menyerahkan kekuasaan negara Astina kepada Pandu, karena putra sulungnya Destarata mempunya cacat penglihatannya/buta. Pandu kemudian dinobatkan menjadi raja Astina dengan gelar Prabu Pandudewanata.

Abiyasa kemudian menanggalkan kemuktian dan keduniawiannya untuk ambegawan di Retawu atau dipewayangan lebih dikenal dengan nama Wukiretawu.

Walaupun telah jauh dari masyarakat ramai, hubungan dengan saudara serta keturunannya masih berlangsung erat, karena kesemuanya masih membutuhkan pemikiran dan pertimbangan Begawan Abiyasa.

Prabu Pandudewanata sangat cakap dalam memimpin Astina, membawa kemakmuran dan kemashuran Astina. Ia mempunyai lima orang putra, yaitu Puntadewa, Bima dan Arjuna dari permaisuri Dewi Kunti dan Nakula serta Sadewa dari permaisuri Dewi Madrim.

Setelah Prabu Pandudewanata mangkat, Begawan Abiyasa mengamanatkan pemerintahan Astina kepada Destarata sampai batas waktu putra Pandu cukup dewasa untuk memegang tampuk pimpinan negara Astina.

Dalam penyerahan kekuasaan tersebut, Prabu Destarata dan Dewi Gendari telah berputra seratus orang yang terkenal dengan sebutan Sata Kurawa. Destarata kemudian dilantik menjadi raja dan bertindak sebagai penguasa Astina, untuk kegiatan pemerintahan di serahkan kepada Duryudana bergelar Prabu Kurupati.

Atas kelicikan patih Arya Sengkuni adik dari Dewi Gendari, negara Astina menjadi sengketa anata Kurawa dan Pandawa. Telah berkali-kali Pandawa meminta haknya dengan jalan damai tetapi selalu mengalami kegagalan. Akhirnta perang Brantayuda meledak dengan segala akibatnya. Dalam perang ini kemenangan ada di pihak Pandawa.

Pada Waktu perang Baratayuda berlangsung, Abiyasa memberi kesaktian kepada Sanjaya putra Widura, pengawal pribadi Prabu Destarata agar dapat mengikuti perkembangan dan jalannya pertempuran tanpa melihat dan menyaksikan sendiri cukup dari apa yang Sanjaya lihat dan dengar.

Setelah Baratayuda selesai, Abiyasa memberi restu kepada Puntadewa untuk dinobatkan menjadi raja Astina bergelar Prabu Karimataya. Upacara pelantikan tersebut disaksikan oleh kerabat dan saudaranya yang masih tersisa.

Pada saat itu lahirlah Parikesit putra Abimanyu dengan Dewi Utari, sepekan kemudian diadakan upacara puputan secara besar-besaran ketika sedang berlangsung prosesi upacara puputan tersebut, di alun-alun ada peristiwa turunnya kereta cahaya dari Suralaya yang akan menjemput Bagawan Abiyasa. Karena jasa dan tugasnya di Arcapada dijalaninya dengan kebajikan dan keluhuran budi, dikisahkan kereta tersebut membawa Bagawan Abiyasa ke alam nirwana beserta raganya.

Mohon tulis di kolom komentar jika ada kesalahan atau kekurangan pada artikel ini.
Dodi Subandoro
Dodi Subandoro Keep Calm and Carry On
Rabbighfirlii Warhamnii Wajburnii Warfa’nii Warzuqnii Wahdinii Wa’aaifinii Wa’fuaniii

Posting Komentar untuk "Abiyasa"