Baratayuda Babak VIII - Duryudana Gugur (Rubuhan)
Keterangan gambar: Wayang Prabu Duryudana.
Dengan tewasnya Adipati Karna, Kurawa mengangkat Pandita Durna sebagai senapati agung untuk menumpas Pandawa. Senapati pengapitnya, Premeya. Premeya mengendarai gajahnya yang bernama Hestitama.
Di dalam pertempuran hari itu, Werkudara berlaku sebagai senapati pengapit berhadapan dengan Prameya/Patiweya dengan gajah Hestitama, mengamuk, menyerang mencoba menembus pertahanan yang dibangun oleh Arya Werkudara. Tetapi pertahan Pandawa yang kokoh tidak mampu ditembusnya, bahkan Prameya dan gajah tunggangannya meregang nyawa ditangan Arya Werkudara, berikut putra-putra Kurawa yang lain, Durjaya, Durmuka dan yang lainnya.
Disisi pertempuran yang lain, Pandita Durna berhadapan dengan Drestajumena/Dretadyumna. Kesaktian Pandita Durna sebagai guru Kurawa dan Pandawa memang pilih tanding, Drestajumena yang bertempur yang bertempur dengan hebatnya tidak mampu menghadapi gempuran Pandita Durna dan pasukannya. Pasukan inti Pandawa kocar-kacir.
Melihat keadaan itu, Sri Batara Kresna bersiasat dia paham betul kesaktian Pandita Durna tidak bisa dianggap enteng dan Sri Kresna tahu kelemahan Pandita Durna yang sangat sayang dengan Aswatama, dikerahkannya pasukan sandiyuda untuk membuat propaganda yang menyatakan bahwa Aswatama telah mati. Propaganda itu berhasil, berita kematian Aswatama sampai juga ke telinga Pandita Durna, Pandita Durna menjadi cemas dan sangat khawatir akan hal itu.
Pandita Durna menggeser posisinya untuk mendekati posisi Prabu Yudistira, orang yang tidak pernah berkata dusta, orang yang dipercaya Pandita Durna kata-katanya untuk mendapatkan kebenaran berita tentang Aswatama, Pada waktu Yudistira/Puntadewa mengucapkan Hestitama dengan lemah, sehingga Pandita Durna mengira bahwa Aswatama yang mati.
Seperti yang direncanakan Sri Batara Kresna, akibat berita itu Pandita Durna menjadi hilang kewaspadaan karena tertutup kesedihan melihat kesempatan itu, Drestajumena yang telah disusupi sukma Ekalaya segera bergerak membunuh Durna, DUrna mati sebagai korban balas dendam perbuatannya sendiri karena membunuh Ekalaya.
Kurawa langsung menunjuk Prabu Salya menggantikan Pandita Durna yang telah gugur di medan perang Kurusetra.
Yang mana sehari sebelumnya Prabu Salya telah menemui Nakula dan Sadewa, Prabu Salya membeberkan kelemahannya kepada Nakula dan Sadewa kemenakannya, karena ia merasa bahwa waktu dan takdirnya telah tiba. Ia juga sudah menyerahkan kerajaan Mandaraka kepada Nakula. Prabu Salya mengatakan bahwa yang mampu menanggulangi Aji Candabirawa hanya Prabu Puntadewa.
Setelah ditunjuk sebagai senapati agung Kurawa, dengan gagahnya Prabu Salya bertempur yang mengakibatkan banyak bala tentara Pandawa tewas karena kesaktian yang dimiliki Prabu Salya. Pada akhirnya Prabu Puntadewa/Yusidtira yang sudah disusupi sukma Begawan Bagaspati berhadapan dengan Prabu Salya, Aji Candrabirawa tidak kuat melawan Prabu Puntadewa yang mempunyai pusaka Kalimasada, Candrabirawa lenyap yang sampai sekarang menjadi apa yang dinamai dengan nagatahun. Dengan lenyapnya Aji Candabirawa Prabu Salya dengan mudah dapat ditewaskan.
Mendengar Prabu Salya gugur, Dewi Setyawati belapati suaminya, dengan menempuh perjalanan yang berat melalui tumpukan mayat yang berserakan, mencari tubuh suaminya. Dewi Setyawati mendapati tubuh junjungannya tersandar pada keretanya, wajahnya memancarkan keihklasan, ketenangan dan kebahagiaan, mati dengan bibir tersungging. Dewi Setyawati kemudian menghunus patremnya dan akhirnya menyusul tewas memeluk orang yang dicintainya.
Setelah tewasnya Prabu Salya, putra Arya Sengkuni, Arya Antisura dan Surabasah diangkat sebagai senapati agung Kurawa dan senapati pengapitnya ditunjuklah Kartamarma. Kedua senapati agung tersebut berhadapan dengan Werkudara. Akan tetapi kesaktian Werkudara bukan tandingan Antisura dan Surabasah, dalam waktu yang singkat kedua putra Arya Sengkuni tersebut tewas dihempas gada Rujakpolo.
Arya Sengkuni, melihat tewasnya kedua putra tersebut segera maju menempuh bahaya. Arya sengkuni mengeluarkan aji yang dapat mengeluarkan binatang buas, sehingga barisn depan angakatan perang Pandawa banyak yang tewas, barisan depan Pandawa bergerak mundur mendapat gempuran Arya Sengkuni. Tegal Kurusetra digenangi air bah yang menyembur dari pusaka cis Arya Sengkuni yang ditancakan ke tanah.
Werkudara dengan tangkas menempuh banjir dan mendekati kereta perang Arya sengkuni yang berbentuk gerbong kapal, Werkudara mengayunkan gada Rujakpolo, kereta hancur lebur beserta Harya Sengkuni didalamnya.
Kematian Arya Sengkuni, menjadikan Prabu Duryudana yang berkedudukan sebagai panglima perang bala tentara Kurawa harus terjun langsung memimpin sisa-sisa pasukan yang dimiliki.
Wekudara dan pasukannya mendesak mundur pasukan Kurawa. Kartamarma berhasil melarikan diri dari padang Kurusetra. Prabu Duryudana akhirnya bertemu dalam perang tanding yang menentukan. Keduanya berperang tanding menggunakan gada. Akhirnya Duryudana tewas dihantam gada Rujakpolo.
Dengan terbunuhnya Prabu Duryudana berakhirlah perang besar antara anak keturunan Barata. Kurawa menjadi punah dan Pandawa mendapat kemenangannya dengan korban yang sangat besar.
Mohon tulis di kolom komentar jika ada kesalahan atau kekurangan pada artikel ini.
Dengan tewasnya Adipati Karna, Kurawa mengangkat Pandita Durna sebagai senapati agung untuk menumpas Pandawa. Senapati pengapitnya, Premeya. Premeya mengendarai gajahnya yang bernama Hestitama.
Di dalam pertempuran hari itu, Werkudara berlaku sebagai senapati pengapit berhadapan dengan Prameya/Patiweya dengan gajah Hestitama, mengamuk, menyerang mencoba menembus pertahanan yang dibangun oleh Arya Werkudara. Tetapi pertahan Pandawa yang kokoh tidak mampu ditembusnya, bahkan Prameya dan gajah tunggangannya meregang nyawa ditangan Arya Werkudara, berikut putra-putra Kurawa yang lain, Durjaya, Durmuka dan yang lainnya.
Disisi pertempuran yang lain, Pandita Durna berhadapan dengan Drestajumena/Dretadyumna. Kesaktian Pandita Durna sebagai guru Kurawa dan Pandawa memang pilih tanding, Drestajumena yang bertempur yang bertempur dengan hebatnya tidak mampu menghadapi gempuran Pandita Durna dan pasukannya. Pasukan inti Pandawa kocar-kacir.
Melihat keadaan itu, Sri Batara Kresna bersiasat dia paham betul kesaktian Pandita Durna tidak bisa dianggap enteng dan Sri Kresna tahu kelemahan Pandita Durna yang sangat sayang dengan Aswatama, dikerahkannya pasukan sandiyuda untuk membuat propaganda yang menyatakan bahwa Aswatama telah mati. Propaganda itu berhasil, berita kematian Aswatama sampai juga ke telinga Pandita Durna, Pandita Durna menjadi cemas dan sangat khawatir akan hal itu.
Pandita Durna menggeser posisinya untuk mendekati posisi Prabu Yudistira, orang yang tidak pernah berkata dusta, orang yang dipercaya Pandita Durna kata-katanya untuk mendapatkan kebenaran berita tentang Aswatama, Pada waktu Yudistira/Puntadewa mengucapkan Hestitama dengan lemah, sehingga Pandita Durna mengira bahwa Aswatama yang mati.
Seperti yang direncanakan Sri Batara Kresna, akibat berita itu Pandita Durna menjadi hilang kewaspadaan karena tertutup kesedihan melihat kesempatan itu, Drestajumena yang telah disusupi sukma Ekalaya segera bergerak membunuh Durna, DUrna mati sebagai korban balas dendam perbuatannya sendiri karena membunuh Ekalaya.
Kurawa langsung menunjuk Prabu Salya menggantikan Pandita Durna yang telah gugur di medan perang Kurusetra.
Yang mana sehari sebelumnya Prabu Salya telah menemui Nakula dan Sadewa, Prabu Salya membeberkan kelemahannya kepada Nakula dan Sadewa kemenakannya, karena ia merasa bahwa waktu dan takdirnya telah tiba. Ia juga sudah menyerahkan kerajaan Mandaraka kepada Nakula. Prabu Salya mengatakan bahwa yang mampu menanggulangi Aji Candabirawa hanya Prabu Puntadewa.
Setelah ditunjuk sebagai senapati agung Kurawa, dengan gagahnya Prabu Salya bertempur yang mengakibatkan banyak bala tentara Pandawa tewas karena kesaktian yang dimiliki Prabu Salya. Pada akhirnya Prabu Puntadewa/Yusidtira yang sudah disusupi sukma Begawan Bagaspati berhadapan dengan Prabu Salya, Aji Candrabirawa tidak kuat melawan Prabu Puntadewa yang mempunyai pusaka Kalimasada, Candrabirawa lenyap yang sampai sekarang menjadi apa yang dinamai dengan nagatahun. Dengan lenyapnya Aji Candabirawa Prabu Salya dengan mudah dapat ditewaskan.
Mendengar Prabu Salya gugur, Dewi Setyawati belapati suaminya, dengan menempuh perjalanan yang berat melalui tumpukan mayat yang berserakan, mencari tubuh suaminya. Dewi Setyawati mendapati tubuh junjungannya tersandar pada keretanya, wajahnya memancarkan keihklasan, ketenangan dan kebahagiaan, mati dengan bibir tersungging. Dewi Setyawati kemudian menghunus patremnya dan akhirnya menyusul tewas memeluk orang yang dicintainya.
Setelah tewasnya Prabu Salya, putra Arya Sengkuni, Arya Antisura dan Surabasah diangkat sebagai senapati agung Kurawa dan senapati pengapitnya ditunjuklah Kartamarma. Kedua senapati agung tersebut berhadapan dengan Werkudara. Akan tetapi kesaktian Werkudara bukan tandingan Antisura dan Surabasah, dalam waktu yang singkat kedua putra Arya Sengkuni tersebut tewas dihempas gada Rujakpolo.
Arya Sengkuni, melihat tewasnya kedua putra tersebut segera maju menempuh bahaya. Arya sengkuni mengeluarkan aji yang dapat mengeluarkan binatang buas, sehingga barisn depan angakatan perang Pandawa banyak yang tewas, barisan depan Pandawa bergerak mundur mendapat gempuran Arya Sengkuni. Tegal Kurusetra digenangi air bah yang menyembur dari pusaka cis Arya Sengkuni yang ditancakan ke tanah.
Werkudara dengan tangkas menempuh banjir dan mendekati kereta perang Arya sengkuni yang berbentuk gerbong kapal, Werkudara mengayunkan gada Rujakpolo, kereta hancur lebur beserta Harya Sengkuni didalamnya.
Kematian Arya Sengkuni, menjadikan Prabu Duryudana yang berkedudukan sebagai panglima perang bala tentara Kurawa harus terjun langsung memimpin sisa-sisa pasukan yang dimiliki.
Wekudara dan pasukannya mendesak mundur pasukan Kurawa. Kartamarma berhasil melarikan diri dari padang Kurusetra. Prabu Duryudana akhirnya bertemu dalam perang tanding yang menentukan. Keduanya berperang tanding menggunakan gada. Akhirnya Duryudana tewas dihantam gada Rujakpolo.
Dengan terbunuhnya Prabu Duryudana berakhirlah perang besar antara anak keturunan Barata. Kurawa menjadi punah dan Pandawa mendapat kemenangannya dengan korban yang sangat besar.
Mohon tulis di kolom komentar jika ada kesalahan atau kekurangan pada artikel ini.
Posting Komentar untuk "Baratayuda Babak VIII - Duryudana Gugur (Rubuhan)"