Destarata
Drestarasta atau Destarata adalah putra Bagawan Abiyasa/ Prabu Kresnadwipayana raja Astina dari permaisuri Dewi Ambika. Drestarasta dilahirkan dalam keadaan cacat penglihatannya/buta, oleh karenanya ia disebut juga dengan nama Sang Kuru. Anak keturunannya kemudian terkenal dengan sebutan Kurawa.
Mengenai asal usul Drestarasta ada dua pendapat, yaitu:
Tokoh Drestarasta digambarkan dengan perwatakan tenang, sebagai seorang yang buta pendengaran dan perasaannya sangat peka. Dan karena kebutaan itulah ia sangat disayang oleh keluarganya. Ia dianugerahi oleh dewa suatu aji yang sangat hebat, yaitu aji Lebursaketi. Kehebatan aji Lebursaketi bila dipergunakan apa yang diraba atau dipegangnya bisa lebur menjadi abu.
Drestarasta mempunyai istri bernama Dewi Gendari, putra Prabu Gandara. Dewi Gendari adalah kakak kandung Arya Sengkuni.
Diceritakan bahwa Dewi Gendari hanya sekali bersalin, tetapi berwujud darah kental, yang kemudian dihancurkan berkeping-keping, kepingan tersebut kemudian berubah menjadi bayi yang berjumlah sembilan puluh sembilan bayi laki-laki dan satu bayi perempuan. Seratus anak Drestarasta inilah yang kemudian terkenal dengan nama Sata Kurawa.
Keseratus anak tersebut adalah: Adityaketu, Agrasara, Agrayayin, Anuwenda, Aparajita, Balaki, Balawardana, Bimarata, Bimasuwala, Bimawega, Bogadenta, Bomawikata, Bwirajasa, Carucitra, Citrabana, Citraboma, Citraga, Citraksa, Citraksi, Citrakundala, Citrawarma, Danurdara, Dirgabahu, Dirgalasara, Dirgama, Dirgaroma, Dredaseta, Dredawarman, Dredayuda, Dretakesti, Durbahu, Durdara, Durdarsa, Durgempa, Durkarana, Durkaruna, Durkunda, Durlogana, Durmada, Durmagati, Durmanaba, Durmasana, Durmuka, Durnandaka, Durpramata, Durprasadarsa, Dursaha, Dursara, Dursasana, Dursatwa, Dursaya, Dursilawati, Durta, Durwega, Duryuda, Duryudana, Dusprajaya, Ekaboma, Ekatana, Gardapati, Gardapura, Habaya, Haknyadresya, Halayuda, Hanudara, Jalasaha, Jalasantaka, Jalasuma, Jarasanda, Kartamarma, Kenyakadaya, Kratana, Kundasayin, Mahabahu, Nagadata, Patiweya, Pratipa, Rudrakarman, Senani, Somakirta, Srutayuda, Sulacana, Suwarcas, Trigarba, Udadara, Ugayuda, Ugrasrawa, Ugraweya, Upacitra, Upanandaka, Wahkawaca, Watawega, Wikataboma, Windandini, Wingwingsata, Wirabahu, Wisalaksa, Wiyudarus, Yutadirga dan Yuyutsu.
Dalam lakon ”Narasoma” Pandu putra mahkota Astina, ikut serta dalam sayembara perang tanding memperebutkan Dewi Kunti di negara Mandura. Pandu bertanding melawan Narasoma, yang telah mengambil hak sayembara yang diadakan oleh Prabu Basudewa karena Narasoma berhasil mengalahkan Arya Basudewa putra mahkota negara Mandura, tetapi Narasoma telah berumpah tidak akan kawin lagi selain dengan Dewi Pujiwati.
Pandu dapat mengalahkan Narasoma, Dewi Kunti kemudian diserahkan sebagai tanda kemenangan dan sebagai tanda takluk Narasoma menyerahkan adiknya yang bernama Dewi Madrim. Bersama Dewi Kunti, Dewi Madrim dibawa ke Astina.
Arkian, ditengah perjalanan mereka bertemu Arya Sengkuni putra Prabu Gandara, yang sebenarnya juga ingin ikut pasanggiri perang tanding di Mandura, akan tetapi dating terlambat. Arya Sengkuni kemudian menatang Pandu adu kesaktian perang tanding, tetapi dapat dikalahkan oleh Pandu dan sebagai tanda takluk Arya Sengkuni menyerahkan kakaknya yang bernama Dewi Gendari untuk diboyong ke Astina.
Setibanya di Astina, ketiga putri tersebut diserahkan kepada Abiyasa, atas titah Prabu Kresnadwipayana/Abiyasa Destarata diperkenankan memilih seorang diantara tiga putri tersebut terlebih dahulu, pilihan Drestarasta jatuh pada Dewi Gendari dan Pandu dikawinkan dengan Dewi Kunti dan Dewi Madrim.
Dewi Gendari merasa sangat kecewa dengan perkawinan itu. Ia menjadi marah dan dendam kepada Pandu, sehingga terucaplah sumpah bahwa kelak anak-anaknya akan menjadi musuh anak-anak Pandu.
Sesuai dengan Piagam Astina, Drestarasta naik tahta kerajaan Astina setelah mangkatnya Prabu Pandudewanata, karena dalam keadaan buta pemerintahan Astina diamanatkan kepada Duryudana, didampingi Arya Sengkuni sebagai Patih Astina.
Dengan siasat Dewi Gendari dan Patih Sengkuni, Duryudana akhirnya dapat memegang kekuasaan negara dengan penuh, beberapa jalan dilakukan untuk dapat melenyapkan Pandawa, diantaranya dengan tipu daya bermain dadu, yang mengakibatkan terusirnya Pandawa dari Astina selama 13 tahun.
Drestarasta tidak senang tindakan Duryudana tersebut, tetapi karena tidak dapat melihat ia dibelokkan mengikuti kehendak Dewi Gendari atas petunjuk dari Arya Sengkuni.
Drestarasta sangat terperanjat ketika mendengar pecahnya perang Baratayuda. Ia mengikuti jalannya peperangan dari dalam Istana didampingi Arya Sanjaya yang menguraikan jalannya peperangan dengan sejelas-jelasnya.
Setelah perang Baratayuda selesai dan Pandawa kembali ke Astina, Drestarasta meminta diri kepada Pandawa untuk pergi mencari kematiannya, kemudian ia berangkat bersama Dewi Gendari dan Dewi Kunti masuk kedalam hutan. Alkisah hutan tersebut kemudian terbakar.
Mohon tulis di kolom komentar jika ada kesalahan atau kekurangan pada artikel ini.
Mengenai asal usul Drestarasta ada dua pendapat, yaitu:
- Ia adalah anak kandung dari Prabu Citragada, pada saat Prabu Citragada mangkat, Dewi Ambika sudah dalam keadaan hamil.
- Ia adalah anak kandung Abiyasa, setelah Prabu Citragada mangkat, janda Prabu Citragada yaitu Dewi Ambika kemudian dikawinkan dengan Abiyasa.
Tokoh Drestarasta digambarkan dengan perwatakan tenang, sebagai seorang yang buta pendengaran dan perasaannya sangat peka. Dan karena kebutaan itulah ia sangat disayang oleh keluarganya. Ia dianugerahi oleh dewa suatu aji yang sangat hebat, yaitu aji Lebursaketi. Kehebatan aji Lebursaketi bila dipergunakan apa yang diraba atau dipegangnya bisa lebur menjadi abu.
Drestarasta mempunyai istri bernama Dewi Gendari, putra Prabu Gandara. Dewi Gendari adalah kakak kandung Arya Sengkuni.
Diceritakan bahwa Dewi Gendari hanya sekali bersalin, tetapi berwujud darah kental, yang kemudian dihancurkan berkeping-keping, kepingan tersebut kemudian berubah menjadi bayi yang berjumlah sembilan puluh sembilan bayi laki-laki dan satu bayi perempuan. Seratus anak Drestarasta inilah yang kemudian terkenal dengan nama Sata Kurawa.
Keseratus anak tersebut adalah: Adityaketu, Agrasara, Agrayayin, Anuwenda, Aparajita, Balaki, Balawardana, Bimarata, Bimasuwala, Bimawega, Bogadenta, Bomawikata, Bwirajasa, Carucitra, Citrabana, Citraboma, Citraga, Citraksa, Citraksi, Citrakundala, Citrawarma, Danurdara, Dirgabahu, Dirgalasara, Dirgama, Dirgaroma, Dredaseta, Dredawarman, Dredayuda, Dretakesti, Durbahu, Durdara, Durdarsa, Durgempa, Durkarana, Durkaruna, Durkunda, Durlogana, Durmada, Durmagati, Durmanaba, Durmasana, Durmuka, Durnandaka, Durpramata, Durprasadarsa, Dursaha, Dursara, Dursasana, Dursatwa, Dursaya, Dursilawati, Durta, Durwega, Duryuda, Duryudana, Dusprajaya, Ekaboma, Ekatana, Gardapati, Gardapura, Habaya, Haknyadresya, Halayuda, Hanudara, Jalasaha, Jalasantaka, Jalasuma, Jarasanda, Kartamarma, Kenyakadaya, Kratana, Kundasayin, Mahabahu, Nagadata, Patiweya, Pratipa, Rudrakarman, Senani, Somakirta, Srutayuda, Sulacana, Suwarcas, Trigarba, Udadara, Ugayuda, Ugrasrawa, Ugraweya, Upacitra, Upanandaka, Wahkawaca, Watawega, Wikataboma, Windandini, Wingwingsata, Wirabahu, Wisalaksa, Wiyudarus, Yutadirga dan Yuyutsu.
Dalam lakon ”Narasoma” Pandu putra mahkota Astina, ikut serta dalam sayembara perang tanding memperebutkan Dewi Kunti di negara Mandura. Pandu bertanding melawan Narasoma, yang telah mengambil hak sayembara yang diadakan oleh Prabu Basudewa karena Narasoma berhasil mengalahkan Arya Basudewa putra mahkota negara Mandura, tetapi Narasoma telah berumpah tidak akan kawin lagi selain dengan Dewi Pujiwati.
Pandu dapat mengalahkan Narasoma, Dewi Kunti kemudian diserahkan sebagai tanda kemenangan dan sebagai tanda takluk Narasoma menyerahkan adiknya yang bernama Dewi Madrim. Bersama Dewi Kunti, Dewi Madrim dibawa ke Astina.
Arkian, ditengah perjalanan mereka bertemu Arya Sengkuni putra Prabu Gandara, yang sebenarnya juga ingin ikut pasanggiri perang tanding di Mandura, akan tetapi dating terlambat. Arya Sengkuni kemudian menatang Pandu adu kesaktian perang tanding, tetapi dapat dikalahkan oleh Pandu dan sebagai tanda takluk Arya Sengkuni menyerahkan kakaknya yang bernama Dewi Gendari untuk diboyong ke Astina.
Setibanya di Astina, ketiga putri tersebut diserahkan kepada Abiyasa, atas titah Prabu Kresnadwipayana/Abiyasa Destarata diperkenankan memilih seorang diantara tiga putri tersebut terlebih dahulu, pilihan Drestarasta jatuh pada Dewi Gendari dan Pandu dikawinkan dengan Dewi Kunti dan Dewi Madrim.
Dewi Gendari merasa sangat kecewa dengan perkawinan itu. Ia menjadi marah dan dendam kepada Pandu, sehingga terucaplah sumpah bahwa kelak anak-anaknya akan menjadi musuh anak-anak Pandu.
Sesuai dengan Piagam Astina, Drestarasta naik tahta kerajaan Astina setelah mangkatnya Prabu Pandudewanata, karena dalam keadaan buta pemerintahan Astina diamanatkan kepada Duryudana, didampingi Arya Sengkuni sebagai Patih Astina.
Dengan siasat Dewi Gendari dan Patih Sengkuni, Duryudana akhirnya dapat memegang kekuasaan negara dengan penuh, beberapa jalan dilakukan untuk dapat melenyapkan Pandawa, diantaranya dengan tipu daya bermain dadu, yang mengakibatkan terusirnya Pandawa dari Astina selama 13 tahun.
Drestarasta tidak senang tindakan Duryudana tersebut, tetapi karena tidak dapat melihat ia dibelokkan mengikuti kehendak Dewi Gendari atas petunjuk dari Arya Sengkuni.
Drestarasta sangat terperanjat ketika mendengar pecahnya perang Baratayuda. Ia mengikuti jalannya peperangan dari dalam Istana didampingi Arya Sanjaya yang menguraikan jalannya peperangan dengan sejelas-jelasnya.
Setelah perang Baratayuda selesai dan Pandawa kembali ke Astina, Drestarasta meminta diri kepada Pandawa untuk pergi mencari kematiannya, kemudian ia berangkat bersama Dewi Gendari dan Dewi Kunti masuk kedalam hutan. Alkisah hutan tersebut kemudian terbakar.
Mohon tulis di kolom komentar jika ada kesalahan atau kekurangan pada artikel ini.
Posting Komentar untuk "Destarata"