Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pandu

Wayang Pandu
Pandu adalah putra Prabu Kresnadwipayana/ Dwipayana/ Wiyasa/ Abiyasa, raja negara Astina, dengan permaisuri kedua bernama Dewi Ambiki, putri Srawantipura. Dewi Ambiki adalah janda Prabu Wicitrawirya.

Pandu mempunyai dua saudara seayah lain ibu yaitu Drestarasta, yang lahir dari Ibu Dewi Ambika dan Widura yang lahir dari ibu bernama Dewi Datri.

Pandu dilahirkan dengan wajah dan kulit pucat, oleh karena itu ia diberi nama Pandu yang berarti pucat pasi. Didalam pedalangan disebutkan bahwa pada waktu lahirnya ia diberi nama Sudarama, karena berwajah pucat pasi dia dipanggil Pandu.

Pada saat kelahiran Pandu, sang ayah Prabu Kresnadwipayana/Abiyasa sedang memasang pagar jaring perburuan, ditengah-tengah kesibukan berburu, Abiyasa dimintsraya oleh Dewa untuk mengenyahkan Prabu Nagapaya, raja Kiskenda yang pada saat itu sedang menyerang Suralaya. Hal ini disebabkan karena ditolaknya pinangan Prabu Nagapaya terhadap Dewi Supraba.

Abiyasa tidak mampu menghadapi kesaktian Prabu Nagapaya sehingga Pandu yang kala itu masih bayi ikut bertempur melawan Prabu Nagapaya, akhirnya Pandu yang semakin besar itu dapat membinasakan Prabu Nagapaya. Gabungan Angkatan perang Dewa dan Balatentara Astina akhirnya dapat mengalahkan serbuan pasukan negara Kiskenda di bawah pimpinan Prabu Nagapaya. Karena jasanya tersebut, Pandu diberi sebuah jamang (mahkota) yang dibuat dari emas bertahtakan ratna mutu manikam, panah pusaka beranama Herudadali, lenga tala (minyak tala) dan gelar Dewanata.

Setelah menikah dengan Dewi Kunti dan Dewi Madrim, kemudian ia diserahi tampuk pimpinan negara Astina, bergelar Pandudewanata. Tahta kerajaan Astina diberikan sebagai hak Pandu dengan seluruh keturunannya. Di dalam Pedalangan gelar Dewanata disebut secara lengkap Prabu Pandudewanata.

Prabu Pandudewanata adalah seorang ksatria dan raja yang memerintah dengan sangat adil dan bijaksana, tidak ada negara lain yang berani menyerang atau menggangu ketrentaman negara Astina dan bahkan berusaha selalu menjalin persahabatan dengan negara Astina. Banyak kesatria, raja, dan pendeta negara lain mintasraya (meminta bantuan) Prabu Pandudewanata, baik dengan buah pikirannya sampai dengan pengerahan pasukan Astina.

Diceritakan, walaupun begitu ada yang mencoba mengusik ketentraman Astina diantaranya:
  1. Prabu Gorawangsa, yang mencemarkan nama kehormatan Prabu Basudewa dengan menodai kehormatan Dewi Maerah permaisuri kerajaan Mandura. Prabu Gorawangsa dapat dibinasakan oleh Prabu Pandudewanata.
  2. Prabu Arimbaka, yang mencoba menyerang negara Astina dengan balatentara raksasa. Akhirnya gempuran dahsyat pasukan raksasa dapat dibendung dan dihancurkan oleh pasukan Astina di bawah komando Prabu Pandudewanata yang menjadi panglima perang negara Astina.
  3. Pada saat kelahiran putra sulungnya, Puntadewa/Yudistira, Parbau Pandudwanata sedang menolong negara Mandura yang sedang berperang melawan Prabu Kalayaksa dari kerajaan Garbasumanda.
  4. Prabu Pandudewanata sedang menaklukan Hardawalika mahluk yang berujud naga raksasa pada saat kelahiran Arjuna/Pamade.
  5. Pandu yang membantu terlaksana cita-cita Arya Prabu Rukma/Prabu Bismaka putra negara Mandura untuk mempersunting Dewi Arumbini/Dewi Rumbini yang dipersunting dengan paksa oleh Prabu Kalasasradewa raja negara Guwamiring. Kalasasradewa tewas oleh pusaka Pandudewanata dan balatentaranya dapat diceraiberaikan oleh angkatan perang gabungan Astina-Mandura.
  6. Pandu pula yang membantu Arya Ugrasena putra negara Mandura dalam meminang Dewi Wersini bidadari Suralaya denga mengalahkan Prabu Kalaruci draja negara Paranggubarja yang menjadi saingan Arya Ugrasena. Saat Ugrasena menduduki tahta Lesanpura ia bergelar Prabu Setyajit dan Dewi Wersini menjadi Permaisuri.
Diceritakan, Pandu membangun dan membuat taman Istana Astina yang diberi nama Kadilengleng dengan mengambil pola taman Tejamaya di Suralaya, sehingga mendapat tegoran dari raja Tribuwana, Sanghyang Manikmaya.

Pandu ketika berburu di hutan telah memanah sepasang kijang yang sedang berkasih-kasihan, kijang tersebut ternyata jelamaan Kamindana, Sang pendeta akhirnya melontarkan kutukannya bahwa Pandu akan mati pada saat permaisurnya sedang hamil. Yitma Kamindana kemudian menghadap Dewata untuk menuntut keadilan.

Ketika Dewi Madrim hamil delapan bulan dan akan diperingati dengan acara tingkeban, ia ingin pesiar di atas Astina dengan naik Lembu Nandi/Nandini kendaraan Sanghyang Manikmaya, Prabu Pandudewanata kemudian menghadap ke Suralaya untuk meminjamnya, mengingat jasa-jasa Pandu, dengan terpaksa permohonan tersebut dikabulkan oleh Batara Guru, walaupun sesungguhnya permintaan tersebut menyimpang dari tata kesopanan seorang titah terhadap dewa.

Akan tetapi hal tersebut membuat murka Sanghyang Manikmaya, karena pandu telah melanggar:
  1. Hak cipta, membuat taman Istana Astina dengan mengambil pola Tejamaya.
  2. Hak hidup, telah mebunuh Pendeta Kamindana.
  3. Tata kesopanan, meminjam lembu Nandi kendaraan Dewa.
Sanghyang Jagatnata terpaksa menjatuhkan hukuman dengan:
  • Mengutus Batara Yama/Yamadipati untuk mencabut yitma Prabu Pandudewanata, dan
  • Memerintahkan Batara Aswi dan Batara Aswin (dewa kembar) untuk menuksuma/menjelma pada bayi yang ada di kandungan Dewi Madrim.
Sesudah suami istri tersebut pesiar di atas Astina dengan mengendarai lembu Nandini kemudian melaksanakan upacara tingkeban, tetapi seusai prosesi tingkeban selesai Prabu Pandudewanata meninggal.

Dewi Madrim mengetahui bahwa Prabu Pandudewanata telah mangkat, lalu belapati dengan menikam pisau pada perutnya, tetapi justru karena luka tersebut lahirlah putra yang ternyata kembar.
Kedua putra tersebut kemudian diasuh seperti anak sendiri oleh Dewi Kunti. Prabu Pandudewanata mangkat dengan meninggalkan seorang istri yaitu Dewi Kunti dan lima orang anak, yakni Puntadewa/Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa, yang kemudian terkenal dengan julukan Pandawa Lima.

Pencabutan yitma Pandudewanata membuat marah Prabu Kresnadwipayana/Wiyasa, ia kemudian menghadap Suralaya. Setelah dirundingkannya, Sanghyang Pramesti Guru menyanggupi bahwa Pandu akan mendapat surga, kesanggupan Sanghyang Jagatnata itu pernah dituntut Bima, peristiwa ini diceritakan dalam lakon “Bima Swarga”.

Sepeninggalan Prabu Pandudewanata, singgasana kerajaan menjadi kosong, karena putra sulungnya masih kecil dam dirasa belum mampu menduduki tahta, dengan amanat Begawan Wiyasa/Abiyasa tahta tersebut dipercayakan kepada Drestarasta, Penyerahan kekuasaan itu ditandai dengan dibuatnya Piagam Astina yang disaksikan para sesepuh, diantaranya:
  • Prabu Matswapati, raja Wirata
  • Prabu Drupada, raja Pancala
  • Resi Bisma/Dewabrata
  • Resi Durna/Kumbayana
  • Begawan Wiyasa
Inti dari Piagam Astina adalah tahta kerajaan Astina diserahkan untuk sementara waktu kepada Drestarasta sampai dengan salah satu anak dari Prabu Pandudewanata dewasa untuk memegang tampuk kepemimpinan Astina.

Mohon tulis di kolom komentar jika ada kesalahan atau kekurangan pada artikel ini.
Dodi Subandoro
Dodi Subandoro Keep Calm and Carry On
Rabbighfirlii Warhamnii Wajburnii Warfa’nii Warzuqnii Wahdinii Wa’aaifinii Wa’fuaniii

Posting Komentar untuk "Pandu"