Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gelar Perang Baratayuda Dalam Pewayangan

Baratayuda adalah perang antara dua keluarga keturunan Barata, perang Baratayuda dikisahkan melibatkan tidak kurang dari empat juta manusia. Baratayuda berlangsung selama 18 hari.

Selama perang itu, susunan formasi pasukan atau gelar perang yang diterapkan, berganti-ganti. Pergantian gelar perang itu disesuaikan dengan strategi umum yang hendak diterapkan pada hari itu, dan tujuan apa yang hendak dicapai. Bahkan pernah pula dalam satu hari, pasukan Kurawa menerapkan dua gelar perang yakni pada hari-13 Baratayuda. Pada mulanya, Kurawa menggelar formasi Diradameta atau Gajah Mengamuk. Namun, kemudian secara mendadak Kurawa mengubah gelar perangnya menjadi Cakrabuya atau Roda Berputar. Siasat perang yang direncanakan Begawan Drona ini berhasil. Dan pada hari itu, Abimanyu, putera kesayangan Arjuna gugur.

Gelar perang yang terkenal dalam dunia pewayangan diantaranya adalah:
  1. Supit Urang atau Capit Urang. Formasi perang ini berbentuk mirip udang dengan capit siap menerkam.
    Pada barisan Kurawa, Basukarna menempati posisi kepala, Patih Sengkuni di ujung capit kiri dan Kartamarma di ujung capit kanan sebagai pelaksana serangan dengan sasaran menjepit pasukan musuh. Duryudana menempati posisi tubuh udang sebagai pengatur serangan. Dibagian ekor udang ditempatkan Burisrawa, putera Prabu Salya.
    Para barisan Pandawa, ketika menggelar formasi Supit Urang, Abimanyu menempati posisi kepala udang sebagai pendobrak barisan musuh, Drestajumena di capit kanan, Gatotkaca di capit kiri, selaku pelaksana serangan dengan sasaran menjepit barisan musuh. Setyaki/Sencaki, Yudhistira, Nakula dan Sadewa berada di bagian tubuh udang dan berfungsi sebagai pengatur serangan.
  2. Wulan Tumanggal atau Bulan Tanggal Satu. Formasi berbentuk bulan sabit, hanya digunakan oleh Pandawa. Pada gelar perang ini, Arjuna ditempatkan di tengah, sebagai pelaksana serangan, didampingi Prabu Kresna.
    Yudhistira didampingi Nakula dan Sadewa di bagian punggung bulan sebagai pengatur serangan,sedangkan Bima di ujung kanan dan Setyaki/Sencaki di ujung kiri bertindak sebagai penjepit barisan musuh.
  3. Garuda Nglayang. Gelar perang ini memiliki sifat menyerang sangat agresif, sehingga seluruh prajurit harus bergerak cepat. Arah gerakan pasukan dikendalikan oleh pengatur serangan.
    Senapati yang ditempatkan di posisi paruh berfungsi rangkap, yakni sebagai pendobrak sekaligus pengatur serangan.
    Pada pasukan Pandawa, Arjuna menempati posisi paruh sebagai pendobrak dan penyerang. Prabu Kresna di belakangnya selaku pendamping. Prabu Drupada di kepala, sedangkan Yudhistira yang didampingi Nakula dan Sadewa ditempatkan di tubuh.
    Drestajumena ditempatkan di sayap kanan, sedangkan Bima di sayap kiri, berfungsi sebagai pembantu penyerangan. Di ujung ekor ditempatkan Setyaki/Sencaki.
    Sementara itu, ketika diterapkan oleh Kurawa, yang menempati posisi paruh adalah Prabu Salya selaku penggempur. Patih Sengkuni di posisi kepala selaku pengatur serangan, Duryudana di tubuh. Begawan Durna di sayap kanan, sedangkan Bisma di sayap kiri sebagai pembantu penyerangan. Di bagian ekor ditempatkan Dursasana.
  4. Dirada Meta atau Gajah Mengamuk. Dalam Baratayuda hanya digunakan oleh pasukan Kurawa. Pada gelar perang ini, Bogadenta yang geraknya lincah dan tak kenal lelah ditempatkan di posisi belalai sedangkan bagian pendobrak yang mengacaukan barisan musuh. Bomawikata dan Wikataboma pada bagian gading kiri dan kanan sebagai penyerang. Begawan Drona menempati posisi kepala gajah dan berlaku sebagai pengatur serangan, sedangkan Prabu Anom Duryudana yang diapit Basukarna dan Jayadrata berada pada tubuh gajah.
  5. Brajatiksna atau Halilintar Menyambar. Dalam Baratayudha hanya digunakan oleh pasukan Pandawa saja. Kurawa tidak menggunkannya, karena Brajatiksna memerlukan tokoh pendobrak yang handal. Pada gelar perang yang memerlukan kelincahan gerak ini, Bima menempati ujung depan, bertugas mendobrak barisan musuh dan memporak-porandakan formasinya. Dibelakangnya. Arjuna didampingi oleh Dewi Srikandi, bertindak sebagai pelaksana serangan. Di bahu kanan ditempatkan Drustajumena, sedangkan di bahu kiri Setyaki/Sencaki alias Singa Mulangjaya.
    Resi Seta menempati posisi punggung, sedanggkan Yudhistira yang didampingi Prabu Kresna berada di belakangnya sebagai pengatur serangan. Di belakang, ada Nakula dan Sadewa sebagai pengawal Yudhistira.
  6. Makarabuya atau Udang Karang. Gelar perang ini digunakan oleh pasukan Pandawa maupun Korawa. Pada gelar perang ini, pasukan berjajar rapat, geraknya lambat tetapi sulit dibendung. Gelar perang Makarabhuya lambat dalam menyerang, tetapi tangguh dalam pertahanan.
    Pihak pasukan Pandawa, Bima dan Drestajumena menempati posisi kanan dan kiri depan, selaku pendobrak dan pelaksana serangan. Arjuna didampingi Prabu Kresna ditempatkan agak ditengah selaku pengatur serangan.
    Sedangkan pada pihak Kurawa, Duryudana menempati posisi paling depan, dan bertugas sebagai pendobrak dan pelaksana serangan. Jayadrata didampingi Kartamarma menempati bagian belakang.
  7. Cakrabuya atau Roda Berputar.Ini adalah gelar perang yang bertujuan untuk merusak formasi barisan musuh, sekaligus untuk menjebak tokoh lawan yang diincar. Pada gelar perang ini, seluruh prajurit berjalan berputar ke arah kiri dan kanan sesuai dengan perintah sang senapati perang.
    Tokoh lawan yang diincar mulanya dibiarkan masuk menuju barisan, setelah itu dikepung oleh para prajurit yang terus berlari memutar . Gelar perang inilah yang digunakan oleh Kurawa untuk menjebak Abimanyu, hingga akhirnya gugur di medan perang.
Mohon tulis di kolom komentar jika ada kesalahan atau kekurangan pada artikel ini.
Dodi Subandoro
Dodi Subandoro Keep Calm and Carry On
Rabbighfirlii Warhamnii Wajburnii Warfa’nii Warzuqnii Wahdinii Wa’aaifinii Wa’fuaniii

Posting Komentar untuk "Gelar Perang Baratayuda Dalam Pewayangan"