Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Antasena

Wayang Antasena Gagrag Solo
Keterangan gambar: Antasena gagrag Solo.

Antasena atau Anantasena adalah putra bungsu Arya Bima/Werkudara dari Kesatrian Jodipati dengan ibu Dewi Urangayu, putri Batara Mintuna di Kisiknarmada (muara pertemuan sungai Gangga dan Serayu). Sejak lahir Antasena tinggal bersama kakek dan ibunya di Kisiknarmada. Dia mempunyai dua orang saudara seayah, yaitu Antareja putra dari Dewi Nagagini dan Gatotkaca putra dari Dewi Arimbi.

Nama Antasena atau Anantasena mempunyai arti hak yang tidak terbatas.
Ananta: tidak terbatas
Sena: penjaga/penguasa/dahsyat/pemimpin

Dikisahkan, pada suatu ketika terjadilah pertentangan antara Kurawa dan Pandawa, untuk melerai pertengkaran tersebut Bisma membuat perlombaan membuat sungai. Kedua belah pihak menyanggupinya, kemudian mereka dibawa ke Kuru Jenggala. Dari sinilah penggalian dimulai, Kurawa menggali sebelah Barat dan Pandawa sebelah Timur. Atas bantuan Resi Mintuna yang mengerahkan bala tentaranya, Pandawa menang dalam lomba membuat sungai tersebut.

Adapun sungai buatan Kurawa tidak dapat bertemu dengan sungai Gangga tetapi bertemu sungai buatan Pandawa, oleh Bisma sungai buatan Pandawa diberi nama Bengawan Serayu sedangkan sungai buatan Kurawa diberi nama Kelawing dalam pedalangan biasa disebut Kali Cingcinggoling. Selanjutnya Bima diambil menjadi menantu Resi Mintuna dikawinkan dengan Dewi Urangayu.

Tersebutlah, di Suralaya sedang terjadi peperangan dengan kerajaan Girikadasar yang dipimpin oleh Prabu Kalalodra. Kerajaan Girikadasar berada di dalam lautan. Oleh karena tidak kuat dengan penyerangan itu, dewa meminta tolong Resi Mintuna.

Bersamaan dengan itu Dewi Urangayu sedang melahirkan seorang putra dari perkawinannya dengan Werkudara, bayi tersebut dipercepat (digege-Jawa) tumbuh besarnya dan kemudian diadu dengan dengan Prabu Kalalodra. Akhirnya raja Girikadasar tersebut berhasil dibinasakan. Sebagai tanda terimakasih para Dewa, Resi Mintuna diberi hak yang sama dengan Dewa dan mendapat sebutan Batara Baruna yang mengusai air sungai dan Samudra.

Bayi tersebut kemudian diberi nama Anantasena dan negara Girikadasar dianugerahkan kepadanya. Antasena tidak bisa berbahasa halus (basa krama) kepada siapa saja dia bicara basa ngoko. Antasena pun tidak bisa berjalan jongkok (laku dodok).

Ketika Antasena bertanya siapa sejatinya ayahnya, Batara Baruna dan Dewi Urangayu menerangkan bahwa ia adalah anak dari Werkudara penenggak (anak kedua) Pandawa yang bertempat tinggal di Jodipati, perawakannya gagah perkasa, tanggannya selalu menggenggam, yang kelihatan hanya kuku ibu jarinya yang panjang dan bernama Kuku Pancanaka.

Setelah diberi Cupu Madusena yang mempunyai daya dapat menyembuhkan luka dan dapat menghidupkan orang mati yang diluar takdir, berangkatlah Antasena ke Jodipati, Dewi Urangayu tidak sampai hati melepaskan putranya, kemudian menyusul dengan diantar Batara Baruna.

Pada saat yang sama Pandawa sedang mengalami kemalangan, mereka ditangkap oleh Prabu Ganggatrimuka dari negeri Dasarsamodra yang bermaksud membuat tumbal (wadal-Jawa). Pandawa dipenjara dalam Konggedah (bangunan yang terbuat dari kaca) sehingga mereka mati lemas.

Arkian, Arya Antasena yang sedang berjalan menyusuri sungai sampailah dilautan wilayah negara Dasarsamodra, ia menjumpai lima orang mati di dalam Konggedah, penjara itu dinaikkan ke daratan dan kelima orang tersebut dikeluarkan dan diperciki air dari Cupu Madusena, sehingga dapat hidup kembali.

Mereka sedang bercakap-cakap, ketika Dewi Urangayu dan Batara Baruna datang dihadapan mereka. Setelah Dewi Urangayu memberi keterangan dan penjelasan siapa sebenarnya Antasena, maka kemudian Werkudara mengakui bahwa Antasena sebagai putranya.

Atas kesaktian Batara Mintuna air laut tersebut dapat dikeringkan, sehingga Pandawa bisa menggempur negara Dasarsamodra, raja Ganggatrimuka mati terbunuh. Atas kemufakatan Pandawa, negara Dasarsamodra diberikan kepada Antasena.

Antasena sangat akrab dengan Pancawala saudara sepupunya putra dari Puntadewa. Dalam lakon "Antisura / Antasena Ngraman" ia menjaga keselamatan Pancawala, pada saat menduduki singgasana kerajaan.

Dalam lakon "Randawidada" ia menjadi putut di padepokan Randuwatang bernama Curiganata. Antasena mempunya harimau putih yang dibutuhkan sebagai persyaratan srah-srahan perkawinan Bambang Irawan putra Arjuna dengan Dewi Ulupi, yang akan bersanding dengan Dewi Sitisari/Dewi Titisari, putri Sri Kresna.

Antasena mati muksa sebelum perang Baratayuda, pada waktu perang Baratayuda akan dimulai, Antasena menghadap Sanghyang Wenang untuk meminta keterangan mengenai dirinya di dalam Baratayuda, Sanghyang Wenang menerangkan apabila Antasena menginginkan kemengan ada dipihak Pandawa ia dilarang ikut serta dalam peperangan tersebut.

Antasena menginginkan kemenangan ada di pihak Pandawa, mengetahui keluhuran cita-cita Antasena, Sanghyang Wenang menyuruh Antasena melihat ke arahnya. Setelah saling pandang, Antasena semakin lama semakin mengecil hingga akhirnya Antasena lenyap.

Di dalam pedalanganan Antasena mempunyai seorang istri bernama Dewi Jenakawati salah seorang putri Arjuna/Janaka. Peristiwa ini diceriterkan dalan lakon "Antasena Krama / Alap-alap Jenakawati".

Perwatakan Antasena:
  1. Antasena berwatak jujur, terus terang, bersahaja, berani membela kebenaran, tidak pernah berdusta.
  2. Seluruh badannya berkulit sisik udang/ikan yang kebal terhadap senjata.
  3. Dapat hidup di darat dan di alam air.
  4. Mempunyai sungut sakti yang menjadi senjata andalannya.
  5. Memeliki pusaka Cupu Madusena, yang dapat menghidupkan dari kematian yang belum takdirnya.
  6. Tidak dapat mati selama bersinggungan dengan air dan ataupun uap air.
Wanda: Bujang

Mohon tulis di kolom komentar jika ada kesalahan atau kekurangan pada artikel ini.
Dodi Subandoro
Dodi Subandoro Keep Calm and Carry On
Rabbighfirlii Warhamnii Wajburnii Warfa’nii Warzuqnii Wahdinii Wa’aaifinii Wa’fuaniii

Posting Komentar untuk "Antasena"