Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Aswatama

Tokoh Wayang Aswatama
Aswatama adalah putra tunggal Pandita Durna/Resi Drona dengan Dewi Wilutama.

Dikisahkan, Resi Baratamadya di Hargajembangan mempunyai tiga orang anak, bernama Kumbayana, Kumbayaka dan Dewi Kumbayani. Diantara anak tersebut, Kumbayanalah yang paling banyak diceritakan, selain sakti Kumbayana juga pandai olah keprajuritan, mahir olah beberapa senjata, kaya dengan japa mantra dan seorang pendidik, tetapi mempunyai watak yang sombong dan mempunyai perilaku tidak senonoh.

Resi Baratmadya telah banyak memberi nasehat kepada Kumbayana, jangan berperilaku yang tidak terpuji dan harus dapat menjaga kehormatan kaum wanita,tetapi jangankan mentaati mendengarkan pun tidak, bahkan akhirnya dia pergi dari Hargajembangan karena tidak tahan selalu dinasehati sang ayah.

Bambang Kumbayana yang sengaja pergi dari Hargajembangan ingin menyusul saudara sepupu dan sepergururuan yang bernama Arya Sucitra, yang telah lama pergi ke Astina untuk mempelajari ilmu ketatanegaraan. Kumbayana tiba ditepi laut, dia sangat sedih karena tidak bisa menyeberang, hingga terucap dari mulutnya barang siapa yang bisa menyeberangkan dirinya, jika laki-laki akan diakui sebagai saudara dan jika wanita akan diambil sebagai istri.

Datanglah seekor kuda sembrani, kuda tersebut sanggup mengantarkan Bambang Kumbayana ke seberang lautan asal menepati janjinya.

Singkat cerita, lahirlah seorang anak yang mempunyai rambut dan kaki seperti kuda yang diberinama Aswatama. Selang berapa tahun kemudian, ingatlah Kumbayana akan maksud semula, dia pun pergi ke Astina bersama Aswatama. Aswatama ikut serta dalam mengikuti pendidikan ilmu olah keprajuritan yang diajarkan Resi Durna (nama tua Bambang Kumbayana) bersama Pandawa dan Kurawa.

Aswatama berwatak pemberani dan cerdik, dia pandai mempergunakan berbagai macam senjata, mempunyai panah sakti Cundamanik yang diberikan Durna kepadanya.

Pada saat Baratayuda, ada peristiwa yang mengakibatkan Aswatama diusir dari Astina, ketika Resi Krepa dibunuh oleh Adipati Karna karena menuduh Adipati Karna adalah musuh dalam selimut. Astama tidak terima Adipati Karna membunuh Resi Krepa, akhirnya terkjadi pertarungan antara Adipati Karna dan Aswatama, pertarungan tersebut dipisah oleh Duryudana, Aswatama dijatuhi hukuman diusir dari negara Astina.

Dalam lakon "Aswatama Nglandak" dikisahkan setelah perang Baratayuda usai, Aswatama mendengar Dewi Utari telah melahirkan anak dan diberi nama Parikesit putra Abimanyu cucu Arjuna, ia ingin melampiaskan semua dendam kesumat dengan membunuh Parikesit. Banyak kejadian yang membuat Aswatama memendam amarah kepada Pandawa terutama kepada Arjuna. Aswatama masuk ke dalam istana melalui terowongan yang dibuatnya, dalam pembalasan ini ia membunuh Drestyadyumna, Pancawala dan menikam mati Dewi Banowati juga membunuh Dewi Srikandi, ia kemudian masuk ke kamar dimana Parikesit ditidurkan, namun bayi tersebut menangis dan meronta, kakinya menendang pusaka Pasopati kemudian meluncur mengenai bahu Aswatama, Aswatama lari keluar akan tetapi sudah dihadang oleh Werkudara, badan Aswatama hancur lebur dihantam pusaka Rujakpolo.

Aswatama bermata kedondongan putih, berhidung mancung serba lengkap, berketu udeng dengan garuda membelakang, bersunting kembang kluwih panjang. Berkalung putran bentuk bulan sabit. Bergelang, berpontoh, dan berkeroncong. Berkain, tetapi tidak bercelana panjang.

Mohon tulis di kolom komentar jika ada kesalahan atau kekurangan pada artikel ini.
Dodi Subandoro
Dodi Subandoro Keep Calm and Carry On
Rabbighfirlii Warhamnii Wajburnii Warfa’nii Warzuqnii Wahdinii Wa’aaifinii Wa’fuaniii

Posting Komentar untuk "Aswatama"